Bintang Pos, Surabaya: Bangui – Orang kuat Afrika Tengah Michel Djotodia membubarkan institusi negara dan mendeklarasikan pemerintahan transisional, sehari sesudah kudeta berdarah yang mengundamg kecaman dunia internasional.
Mantan diplomat yang berbalik menjadi pemimpin pemberontak, dimana koalisi Selekanya mengambilalih ibu kota Bangui melalui serangan cepat bersenjata akhir pekan, mengumumkan Senin malam dia akan memerintah dengan dekrit sampai terselenggaranya pemilu dalam tiga tahun, lapor AFP.
Senin sebelumnya, Uni Afrika membekukan negara terkurung-daratan yang rawan kudeta itu dari keanggotaannya serta Uni Eropa mengecam kudeta tersebut sebagai “tidak dapat diterima”.
15 anggota Dewan Keamanan keluar dari pertemuan darurat membahas krisis atas permintaan bekas penguasa kolonialnya mengecam kudeta tersebut. Walau DK mengancam “langkah-langkah lebih lanjut” namun tidak mengeluarkan sanksi eksplisit.
Pada Minggu malam, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengecam perebutan kekuasaan Seleka dan meminta “pemulihan cepat aturan konstitusional”.
Djotodia mengumumkan penangguhan konstitusi, pembubaran parlemen dan pemerintah pada Senin malam di Bangui.
“Selama periode transisi itu yang akan membawa kita menuju pemilu yang bebas, kredibel dan transparan, saya akan mengatur dengan dekrit,” katanya kepada para wartawan.
Senin pagi, dalam wawancara dengan Radio France Internationale, Djotodia memperjelas dia tidak mengesampingkan keikutsertaannya dalam pemilu yang dijanjikannya pada 2016.
Pergantian kekuasaan di Bangui terjadi sesudah serangan kilat yang menghancurkan kesepakatan pembagian kekuasaan pada 11 Januari antara rezim lama dan Seleka.
Francois Bozize, presiden tergulimg yang dianya sendiri merebut kekuasaan dalam kudeta 2003 melarikan diri dari negara itu pada akhir pekan dan pada Senin dia berada di Kamerun. Namun pihak penguasa di sana mengatakan dia akan melanjutkan “ke negara penerima lain”.
Djotodia, berusia sekitar 60 tahun, adalah mantan pegawai negeri sipil (PNS) dan diplomat. Dia bekerja sebagai konsul negara itu hingga hari Minggu. Namun sejak 2005 dia menjadi salah seorang figur penting diantara para pemberontak.
Dalam pidatonya Senin malam, dia menjanjikan akan memulihkan tatanan dengan mengumumkan jam malam berlaku antara pukul 7:00 malam hingga 6:00 pagi.
Para pemberontak Seleka pada awalnya disambut penduduk dengan melambaikan daun palma dalam suka ria, namun perasaan tersebut dengan cepat memburuk karena para penjarah turun ke jalan-jalan.
Pada Senin siang, toko-toko di kota itu ditutup sewaktu para pejuang pemberontak menembakkan senjata Kalashnikov ke udara selagi mereka berpatroli di jalanan.
Namun badan bantuan Doctors Without Borders (Medicins Sans Frontieres, MSF), mengatakan kekerasan telah menghalangi pasien kritis untuk mendapatkan perawatan yang memadahi dan menyerukan kepada semua pihak supaya membolehkan para stafnya melakukan pekerjaannya. MSF juga melaporkan bahwa kantornya telah dijarah selama kerusuhan.
Djotodia bersumpah untuk melanjutkan pelucutan senjata, demobilisasi dan penggabungan kembali para bekas pemberontak yang menjadi inti keluh kesah gerakan Selekanya.
Karena Bangui masih tanpa listrik atau radio Senin maka sulit untuk menilai korban dari pertempuran akhir pekan tersebut. Namun 13 tentara Afrika Selatan telah tewas dalam pertempuran, korban militer paskaaparheid terbesar negara itu.
Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengatakan mereka tewas dalam “pertempuran tempo-tinggi” selama sembilan jam melawan “para bandit”, namun mengatakan tidak ada rencana mendesak untuk menarik tentara yang ditempatkan berdampingan dengan angkatan darat nasional yang lemah.
Prancis, yang mengirimkan 300 tentara selama akhir pekan untuk memperkuat 250 tentara yang sudah ditempatkan disana, mengatakan pasukannya telah menembak mati dua warga India yang sedang mendekati bandara dengan kendaraan berkecepatan tinggi Senin.
Bangui sangat bergantung pada bantuan asing dan dalam upaya jelas untuk menyakinkan pendonor, Djotodia telah bersumpah sebelumnya tidak akan ada pengejaran dan bahwa dia akan menghormati syarat perjanjian damai Januari.
Kesepakatan itu, yang ditandatangani di kota Gabon Libreville, telah menghentikan serangan Seleka selama sebulan penuh yang telah menyapu ke arah selatan dan dihentikan hanya berkat invervensi militer Chad.
Selain menunda keanggotaan Bangui, Uni Afrika mengumumkan “sanksi, pembatasan perjalanan dan pembekuan aset para pemimpin Seleka” dengan menyebut tujuh individu termasuk Djotodia.
Presiden tersingkir Bozize tidak pernah memenuhi janjinya untuk memanfaatkan kekayaan minyak, emas dan uranium yang kebanyakan tetap tak termanfaatkan sejak kemerdekaan dari Prancis pada 1960.
Republik Afrika Tengah, disamping kekayaan mineralnya, secara menyedihkan tetap terkebelakang sebagian besar akibat ketidakstabilan politik kronis. (ant-pgh)