SURABAYA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) belum menjadwalkan sidang dari pengaduan pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Khofifah Indar Parawansa-Herman Sumawiredja. Dalam website DKPP, jadwal persidangan pasangan yang dicoret KPU Jatim itu belum dicantumkan. “Kalau untuk jadwal lihat saja di website,” kata Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie ketika dikonfirmasi pada Selasa (23/7).Menurut Jimly, gugatan tersebut akan diproses kalau memang memenuhi syarat. Pasangan Khofifah-Herman sendiri sudah resmi melayangkan gugatan kepada DKPP pekan lalu. “Akan kami proses kalau sudah sesuai persyaratan pelaporan,” tegasnya.
Sementara, pakar hukum administrasi negara Himawan Estu Bagio mengatakan dalam menyidangkan gugatan, majelis hakim pasti akan mengacu sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penelitian Pencalonan dan Berkas Pencalonan sudah jelas. Di poin VI.4 disebutkan bahwa rekomendasi partai politik pendukung calon wajib ditandatangani ketua umum dan sekretaris jenderal. Saya kira majelis hakim tidak akan keluar dari perundangan yang berlaku dalam memberikan pijakannya. Dan saya kira majelis hakim akan normatif sesuai dengan apa yang diputuskan,” terangnya. Sementara pakar politik Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi mengatakan kalau peluang pasangan Khofifah-Herman di DKPP cukup besar untuk memenangkan gugatan. ”Kalau saya menilai peluang Khofifah di DKPP cukup besar. Apalagi kalau melihat konteks sosial dalam persoalan tersebut yang menentukan demokrasi Indonesia,” tegasnya. Dia menilai secara sosial, publik sudah melihat ada upaya penghadangan terhadap pencalonan Khofifah-Herman. DKPP diyakini selain memutuskan atas dasar aturan yang berlaku juga akan melihat fenomena sosial yang melatarbelakangi peristiwa tersebut. ”Kalau saya melihat secara konteks sosial memang ada indikasi upaya transaksi politik untuk menghadang pasangan Berkah maju dalam Pilgub,” tandasnya. Dia menilai, kalau pembajakan partai politik itu dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi sistem demokrasi di Indonesia. ”Kalau dibiarkan akan menjadi preseden buruk. Mereka yang mempunyai konsentrasi sumber daya politik maupun ekonomi yang besar akan disahkan dan diperbolehkan merebut dukungan suara dari seluruh partai,” tukasnya. Sementara itu, meskipun nasib pasangan Khofifah -Herman baru akan ditentukan dari hasil gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan DKPP. Pasangan yang didukung parpol lain berupaya mengincar potensi suara PKB dan Muslimat NU yang mendukung Khofifah. Tiga pasangan calon yang lolos, yaitu pasangan incumbent Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa), pasangan nomor urut dua dari jalur perseorangan, Eggi Sudjana-M Sihat dan pasangan nomor urut tiga, Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah (BangSa), yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri, sebagai partai utama pengusung pasangan Khofifah-Herman, menyatakan menolak mengalihkan dukungan ke pasangan yang lain. Pun begitu dengan Khofifah, menolak berbagi suara. Meski, pada 17 Juli lalu, anggota Muslimat NU Gedangan, Kabupaten Malang, telah menyatakan diri mendukung KarSa di Pilgub Jawa Timur nanti. Dikonfirmasi masalah ini, DPW PKB Jawa Timur mengaku keberatan jika suara massa PKB dan NU dialihkan kepada pasangan BDH-Said yang mengusung tagline “Jempol” jika Khofifah-Herman menemui jalan buntu menjadi peserta Pilgub yang akan digelar pada 29 Agustus mendatang. Alasannya, pasangan yang diusung PDIP itu, tidak memiliki akar yang kuat di tubuh NU. “Massa PKB itu mayoritas warga NU, jadi kalau orang NU disuruh milih orang di luar NU tentu mereka agak keberatan,” ujar Sekretaris DPW PKB Jawa Timur, Thoriqul Haq, di Surabaya, Senin (22/7).sps |