https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Tingkat Kunjungan Museum di Indonesia Rendah – DarulHikamAlFikri

https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Tingkat Kunjungan Museum di Indonesia Rendah

Tingkat Kunjungan Museum di Indonesia Rendah

Bintang Pos, Surabaya – Tingkat kunjungan ke sejumlah museum di Indonesia sejauh ini masih sangat rendah, terutama dibandingkan dengan volume kunjungan wisata budaya dan sejarah di museum-museum luar negeri.
“Dibanding dengan lokasi yang sama di luar negeri, tingkat kunjungan museum di Indonesia per tahun tak sampai separuhnya,” demikian Kepala Museum Mpu Tantular Gunawan Ponco Putro ketika berkunjung di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Kamis.

Ia mencontohkan perbandingan tingkat kunjungan antara Museum Mpu Tantular di Surabaya dengan Museum Louvre di Prancis.

Berdasar data kunjungan di museum Mpu Tantular, jumlah wisatawan yang mengunjungi museum budaya dan benda-benda sejarah peradaban Jawa ini selama kurun tahun 2012 tercatat hanya sekitar 68 ribu orang, atau rata-rata sekitar 5.700 orang per bulannya.

Menurut Gunawan, jumlah itu kalah jauh dengan volume kunjungan Museum Louvre di Perancis yang bisa mencapai kisaran 7,7 juta per tahun atau rata-rata sekitar 660 ribu orang per bulannya.

“Padahal jika dilihat dari harga tiket masuknya, museum di Indonesia jauh lebih murah. Di Turki, misalnya, sekali masuk pengunjung harus membayar hingga Rp200 ribu, di museum satwa di Bantul Yogyakarta itu cuma Rp70 ribu, apalagi di museum Mpu Tantular yang hanya Rp1.000-1.500 per orang,” ulasnya.

Menurut Gunawan, hal serupa juga banyak dialami museum-museum lain di tanah air. Rendahnya tingkat kunjungan museum biasanya dipengaruhi faktor internal dan eksternal.

Faktor internal terkait pelayanan, keragaman benda budaya dan bersejarah yang dipamerkan, serta infrastruktur pendukung museum.

Kurang baiknya pelayanan dari pihak museum kepada para wisatawan sedikit-banyak membuat minat berkunjung surut, demikian juga dengan keragaman benda budaya serta fasilitas pendukung lainnya.

Selain itu informasi yang disampaikan ke masyarakat juga kurang lengkap.

Dampaknya lalu merembet ke faktor ekternal, dimana pemahaman warga dan wisatawan menjadi minim.

“Untuk menggugah minat berkunjung ke museum tidak dapat dilakukan secara mandiri, perlu peran dan campur tangan dari pemangku kebijakan,” ujarnya.

Gunawan kembali mencontohkan ikhwal berdirinya museum Louvre yang memiliki ikon lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci.

Kata dia, naiknya popularitas museum yang mengoleksi aneka benda budaya dan bersejarah pada abad pertengahan di Perancis ini tidak lepas dari peran pejabat negara setempat yang ikut mempublikasikannya karya lukisan fenomenal milik Leonardo Da vinci tersebut..

“Yang perlu diubah adalah ‘mind set’, ‘culture set’, dan ‘tool set’ (pola pikir, pemahaman budaya, serta perlengkapan pendukung museum). Kalau semua sudah siap, kami yakin tingkat kunjungan akan ikut naik,” yakin Gunawan.

Tak hanya peran pemerintah, pihak swasta pun juga diperlukan dalam upaya publikasi maupun promosi.

Salah satunya adalah dengan menggandeng agen-agen perjalanan untuk menarik wisatawan dalam satu paket wisata, kata Gunawan. (ant-pgh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *