https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Anak rimba pahlawan bagi Butet Manurung – DarulHikamAlFikri

https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Anak rimba pahlawan bagi Butet Manurung

Anak rimba pahlawan bagi Butet Manurung

Jakarta  – Perintis Sokola Rimba, Butet Manurung, mengatakan anak-anak rimba adalah pahlawan bagi dirinya. “Buatku, pahlawanku ya anak-anak ini, yang mengajariku, membuatku kuat. Mereka juga kan yang membuatku bertahan. Kalau mereka nggak semangat, aku juga nggak semangat ngajar,” kata Butet saat ditemui di acara “Masa Depan Masyarakat Adat dan Hutan di Indonesia” di Senayan, Rabu (27/11) malam.Pemilik nama Saur Marlina Manurung ini bersama lima orang temannya mendirikan Sokola Rimba sekitar tahun 2003.

Sebelumnya, Butet bergabung dengan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai tenaga pengajar di hutan Bukit Dua Belas, Jambi.

Mengajar anak-anak yang tinggal di hutan, Butet pun mengalami berbagai kendala seperti penolakan masyarakat setempat hingga masalah pendanaan.

Ia tetap semangat mengajar anak-anak ini karena ia melihat ada nilai-nilai kuat yang memotivasi anak-anak itu untuk belajar.

“Mereka punya keinginan yang bagus, nyelametin keluarga, komunitas, hutan. Mereka aja kuat, masa aku nggak,” tuturnya.

Kini, Sokola Rimba terdapat di lima tempat: Jambi, Flores, Halmahera, Papua, dan Sulawesi.

Masing-masing sekolah memiliki dua hingga tiga pengajar.

Mengajar di hutan, kurikulum pun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Pengajar harus sensitif melihat permasalahan apa yang ada di masyarakat tersebut.

“Kami buat kurikulum sendiri. Analisa masalahnya apa, baru kurikulumnya itu,” katanya.

Pendidikan yang diberikan pun harus bermanfaat langsung bagi masyarakat setempat.

Tidak  mungkin, lanjutnya, memberi pelajaran komputer kepada mereka yang sedang berkutat dengan masalah illegal logging.

“Kami kan ke masyarakat yang nggak ada sekolahnya, masyarakat yang masih pakai bahasa lokal jadi kami pakai bahasa lokal. Adatnya juga masih bagian dari pelajaran,” tambahnya.

Ia mengemukakan, keadaan membaik  setelah suku Anak Dalam di hutan Bukit Dua Belas  menerima pendidikan.

“Karena bisa membaca, menulis, dan pendidikan lainnya, anak-anak rimba kini mengerti bila terjadi masalah, mereka tahu harus melapor ke mana atau kepada siapa. “Orang luar juga jadi sedikit lebih takut karena mereka udah ngerti haknya. Salah kalau ngerebut karena mereka punya hak hutan adat.”

Ia pun memberi kabar bila Nyungsong Bungo, salah satu anak rimba yang pernah diajarnya pergi menimba ilmu pertanian organik di kawasan Cianjur, Jawa Barat. “Belajar ke sana untuk kembali ke rimba,” kata Butet. atn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *