https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Belajar dari RI, Vietnam Jadi Eksportir Beras Dunia – DarulHikamAlFikri

https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Belajar dari RI, Vietnam Jadi Eksportir Beras Dunia

Belajar dari RI, Vietnam Jadi Eksportir Beras Dunia

JAKARTA – Vietnam kini menjadi produsen beras terbesar di Asia Tenggara dan dunia. Jauh sebelumnya, Vietnam sempat belajar dari Indonesia, bahkan pernah meminjam beras pada Era Orde Baru.

“Negara Vietnam di tahun 1989-1990 meminjam beras sebanyak 100.000 ton kepada Indonesia. Namun beras mereka saat ini bisa surplus 5-6 juta ton/tahun. Salah satu kuncinya mereka mengikuti sistem pertanian di Indonesia. Vietnam kini menjadi pengeskpor beras terbesar di dunia bahkan mengalahkan Thailand,” jelas Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon dalam sebuah diskusi hortikultura di Gedung Dewan Pers, Kebun Sirih Jakarta, Senin (21/10).

Sistem pertanian yang ditiru Vietnam dari Indonesia adalah sistem/program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian. Dari ketiga cara itu, Vietnam lebih memfokuskan untuk terus mencetak sawah baru di negaranya. Cara tersebut dinilainya telah dilakukan oleh Presiden Soeharto pada masa lalu.

“Zaman Soeharto sektor pertanian sangat menjadi perhatian. Di tahun 1984 bahkan kita berswasembada. Yang jadi masalah on farm (lahan pertanian) kita yang tidak siap, ini yang disiapkan oleh Vietnam,” imbuhnya.

Padahal dengan anggaran pertanian yang cukup besar saat ini, Indonesia seharusnya bisa memproduksi produk pangan seperti beras dengan jumlah yang cukup besar. Meskipun kenyataannya, Indonesia kini lebih menggantungkan kebutuhan pangan melalui proses impor.

“Anggaran pertanian kita besar tetapi kok malah jadi impor sekarang yang meningkat anggaran produksinya terus turun,” katanya.

“Kita tidak mempunyai National Food Policy ditambah moral hazard soal impor. Ada pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan impor seperti mafia, kartel dan mendapatkan keuntungannya sangat tinggi atau perburuan rente. Ini kegiatan korupsi yang sistematis,” cetusnya.

Bagaimana dengan Indonesia? Tahun lalu Bulog masih impor beras 600.000 ton beras. Namun untuk tahun ini Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso boleh berbangga, karena tidak akan impor beras. Alasannya, penyerapan bahan pangan pokok ini di dalam negeri sudah mencapai 3,2 juta ton.

Langkah impor akan dilakukan jika harga beras mengalami kenaikan harga pada akhir tahun dan Bulog harus mengeluarkan cadangan berasnya.

“Hingga hari ini, penyerapan beras dalam negeri telah mencapai 3,2 juta ton. Dengan asumsi sampai akhir tahun harus ada stok 2 juta ton, maka kemungkinan besar tidak akan impor beras,” kata Sutarto usai peluncuran Bulog Mart di Kantor Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) IV Banyumas, Jawa Tengah, belum lama ini.

Menurutnya penyerapan beras di dalam negeri hingga 3,2 juta ton cukup besar jika dibandingkan dengan produksi padi dalam negeri. Saat ini produksi dalam negeri diperkirakan hanya meningkat 0,3% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun jika terjadi lonjakan harga pada akhir tahun dan Bulog harus mengeluarkan cadangan beras, maka tidak tertutup kemungkinan adanya rencana impor beras. dtc

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *