Jakarta – Dua calon presiden yang akan bertarung di Pemilu Presiden 2014 diminta realistis dengan program yang dijanjikannya. Di balik semua program itu, perlu ada sokongan dana besar, dan tiap capres harus mampu menjabarkan asal dana untuk merealisasikan program-programnya tersebut.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Emil Salim, mengatakan, masing-masing capres, Prabowo Subianto dan Joko Widodo, memiliki banyak program yang berkaitan dengan ekonomi. Tapi ia menilai semuanya masih abu-abu karena belum dijelaskan sumber dana untuk menyokongnya.
“Semua program bisa dilakukan, tapi dananya dari mana?” kata Emil, dalam sebuah diskusi, di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Emil menegaskan, Prabowo dan Jokowi harus membuat kerangka keterbatasan dana. Pasalnya, kondisi keuangan negara sedang defisit dan salah satu pemicunya adalah pemaksaan pemberian subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM). Menurut Emil, cara paling tepat untuk mengembalikan kekuatan keuangan negara saat ini adalah dengan membatasi subsidi BBM.
Dengan membatasi subsidi BBM, maka alokasi anggarannya dapat dialihkan untuk program lain semisal kesehatan dan pendidikan.
“Defisit APBN harus diselesaikan, subsidi BBM harus dihapus. Berani enggak?” ujar mantan menteri lingkungan hidup ini.
Emil melanjutkan, jika tak ada keberanian untuk menaikkan harga BBM, maka dampak terburuknya adalah semakin tingginya jurang ketimpangan. Kehidupan masyarakat kelas menengah dan kelas atas terus naik, sedangkan masyarakat kelas bawah terus terhimpit.
“Apakah ada kehendak dari Jokowi atau Prabowo untuk menghilangkan ketimpangan?” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, melontarkan pendapat yang sama. Ia bahkan meminta kenaikkan harga BBM harus dimulai di sisa masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya untuk meringankan beban presiden selanjutnya.
Faisal menyampaikan, sampai saat ini belum ada capres yang secara tegas menyatakan sikapnya terkait subsidi BBM. Ia menganggap hal itu lumrah karena waktunya sedang masuk ke fase pertempuran politik.
Padahal, imbuh Faisal, menaikkan harga BBM adalah kebijakan paling tepat dan wajib dilakukan oleh pemerintah. Sebaliknya, menurunkan harga BBM dengan cara memberikan subsidi adalah kebijakan tak mendidik dan salah sasaran karena hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, bukan kalangan bawah.
Faisal menegaskan, dengan menaikkan harga BBM, maka pemerintah dapat leluasa menggelontorkan dana untuk program yang bersifat perlindungan sosial seperti jaminan kesehatan, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan ekonomi kreatif dan sebagainya.
Kebijakan itu ia anggap lebih adil karena akan menyasar pada masyarakat di lapisan bawah agar kehidupannya tak terus terjepit. “Harga BBM harus dinaikkan. Kalau tidak, mau dapat dana dari mana? Dicari sampai ke ujung surga pun tak akan ketemu,” pungkas Faisal.kms