Bintang Pos, Surabaya – Melihat penampilan perempuan yang satu ini, tak akan ada yang menyangka bahwa dirinya adalah penggagas munculnya Taman Bacaan Pelangi di beberapa pulau yang ada di Indonesia Timur dan mampu menggugah minat baca serta perlahan menghapus buta aksara di wilayah tersebut. Perempuan muda yang enerjik ini bernama Nila Tanzil.
Berawal dari keprihatinannya melihat kondisi anak-anak di wilayah Indonesia Timur, khususnya di Pulau Flores, yang ternyata belum bisa membaca padahal sudah duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar (SD). Ia mewujudkan idenya untuk mendirikan Taman Bacaan Pelangi.
“Awalnya saya mikir gimana cara anak-anak ini bisa maju. Muncul ide bikin taman bacaan tapi waktu itu banyak pertimbangan,” kata Nila saat talkshow pada Indonesia Menyala di Kantor Pusat JNE, Jakarta, Sabtu (13/4/2013).
Namun, berdasarkan masukan dari teman-temannya, Nila memutuskan untuk nekat memulai sendiri mendirikan taman bacaan. Ia pun pulang ke Jakarta untuk membeli 200 buku dengan modal Rp 5.000.000 dan dibawa sendiri olehnya ke Pulau Flores dan Labuan Bajo.
“Isi koper saya semuanya buku waktu itu. Sampai di sana saya minta tolong penduduk sekitar yang kebetulan guru untuk membantu taman bacaan yang saya ingin buat. Pokoknya modal nekat saja,” tutur Nila.
“Namanya niat baik ya ada aja yang bantu. Penduduk bantu saya menaruh buku di dekat sekolah dan ternyata menuju sekolah itu harus jalan kaki naik bukit selama dua jam dan menyeberang sungai,” imbuhnya.
Perjuangan awal tersebut ternyata berbuah manis. Saat ini, Nila telah memiliki 25 taman bacaan di beberapa pulau yang ada di Indonesia Timur. Masing-masing taman bacaan tersebut menyediakan berbagai macam jenis buku dari buku cerita hingga ensiklopedia. Jumlah buku di tiap taman bacaan sendiri mencapai 500 lebih.
“Semuanya saya sediakan dari komik, buku cerita dan ensiklopedia bergambar. Dari situ saya lihat, anak-anak paling suka buku yang bergambar baik cerita rakyat sampai cerita-cerita populer,” jelas Nila.
“Yang saya heran anak-anak ini justru nggak suka komik Jepang seperti Doraemon karena mereka tidak tahu tokohnya karena tidak ada listrik dan televisi,” ungkapnya.
Ia pun berharap taman bacaan yang dirintisnya sejak 2009 ini dapat makin berkembang dan muncul di pulau-pulau lain. Demi berkembangnya taman bacaan ini, ia juga rela meluangkan waktu untuk mengunjunginya tiap tiga bulan sekali dan tetap memantau berdasarkan informasi yang didapatnya dari para relawan yang ada.
“Saya paham tidak bisa sendirian. Ada relawan yang berasal dari penduduk lokal yang bantu saya di sana. Saya juga minta pada tempat saya bekerja untuk mendukung komitmen saya dengan mau memberikan waktu tiap tiga bulan sekali agar saya bisa mengunjungi taman bacaan,” ungkapnya.
Untuk stok buku yang disalurkan, Nila juga tidak lagi sendiri. Teman-teman yang ada di Jakarta dan masyarakat umum bisa menjadi donatur untuk taman bacaan ini. Info lebih lengkap dapat langsung membuka situs resmi di www.tamanbacaanpelangi.com.
“Jadi siapa bilang wanita karier yang sibuk di ibu kota tak bisa berbuat sesuatu untuk Indonesia,” tandasnya. (kom-kba)