Yogyakarta – Golput diperkirakan masih membayangi Pemilu 2014 karena tren angka partisipasi pemilih cenderung menurun dalam tiga pemilu terakhir ini, kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta Farid Bambang Siswantoro.“Pascareformasi 1999 partisipasi pemilih dalam pemilu mencapai 92 persen, mungkin saat itu masyarakat masih opotimistis tapi pada Pemilu 2004 angka partisipasi turun menjadi 81 persen, dan pada pemilu 2009 semakin turun di angka 71 persen. Semoga pada Pemilu 2014 angka partisipasi pemilih meningkat,” kata Farid Bambang Siswantoro di Yogyakarta, Selasa
Dalam seminar “Upaya Preventif Terhadap Sikap Apatis Jelang Pemilu 2014” di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia mengatakan angka tersebut belum termasuk surat suara rusak yang mengalami jumlahnya meningkat dari 1999 sebesar 6 persen, pada 2004 naik 9 persen dan Pemilu 2009 naik kembali mencapai 14 persen.
“Mungkin warga tidak mau ingkar janji kepada beberapa tim sukses yang mendatangi rumahnya, hingga akhirnya mencoblos semua tanda gambar peserta pemilu dalam surat suara,” kata Farid.
Padahal, menurutnya, keberhasilan pemilu dalam memperoleh pemimpin yang kompeten sangat membutuhkan partisipasi masyarakat.
“Coba bayangkan, kalau 30 persen saja pemilih yang bersikap golput maka calon yang terpilih kurang merepresentasikan harapan mayoritas masyarakat,” kata Farid.
Dia mengatakan, ada dua penyebab terjadinya golput dalam pemilu. Pertama karena persoalan teknis seperti ketiadaan akses ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), baik karena sakit, remote wilayah, maupun keterbatasan lainnya.
Kedua, karena gagal melihat substansi golput atau lepas tanggung jawab. “Pemilih juga manusia, ada karakter culas, pengkhianat atau oportunis,” kata Farid.
Seminar sehari yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu diikuti elemen masyarakat, akademisi dan mahasiswa berbagai pergurun tinggi di Yogyakarta.ant