Bintang Pos, Jakarta – Mulai terbaca betapa partai-partai politik di luar PDI Perjuangan kasak-kusuk berebut Joko Widodo, kader PDIP dan Gubernur DKI, untuk diajukan jadi capres 2014. Fenomena politik Jokowi bagai the rising star yang tak pernah pudar. Namun Jokowi terbukti tetap tahu diri, waspada, mawas diri dan humble sebegitu rupa.
PPP sudah melontarkan wacana agar Jokowi bisa berduet dengan kadernya, Partai Demokrat bahkan mengundangnya ikut konvensi Demokrat, demikian halnya PAN melalui Amien Rais sudah mengumandangkan Jokowi perlu ditandem dengan Hatta Rajasa.
Sekelompok mahasiswa Jakarta bahkan mendesak Jokowi duet dengan Rizal Ramli, ada pula yang mendesaknya duet dengan Prabowo. Politisi Golkar juga mau pasangkan Jokowi dengan Aburizal Bakrie. Politisi PDIP senyum-senyum saja.
Jokowi tetap tenang saja, bekerja seperti biasa. Dampaknya, Jokowi makin populer dan mempesona. Terbukti Jokowi tahu diri, dia tetap humble dan mawas diri. Inilah respon lugasnya “Mau lewat akun Twitter, kek. Facebook, kek, itu biasa saja, bebas saja, toh pilpres 2014 masih lama.”
Baginya, dunia maya memang bebas seperti ini. Bebas saja. Itulah sikap arif Jokowi. Dan memang, Jokowi tidak akan pernah melakukan komentar-komentar terhadap pancingan banyak partai dan tokoh politik yang memanfaatkan momentum ketenaran publik kemudian mengelabui rakyat setelah berkuasa. Bahkan lebih jauh lagi, Jokowi berjarak dengan transaksi-transaksi politik yang menjijikkan. Jokowi sadar bahwa mata publik menyoroti dirinya dari segala penjuru.
Bagaimanapun, Jokowi harus menjaga diri dan tetap bersih dari transaksi ekonomi-politik maupun godaan materi. Sebab ia menjadi harapan rakyat. Kesahajaan, keramahan dan ketulusannya adalah modal sosial yang tak tertandingi.
Para analis melihat, Jokowi menjadi “bintang yang bersinar” karena rakyat, ia bukan lagi alat transaksional politik siapapun termasuk PDIP. Jokowi berada dalam domain rakyat, bukan domain kepartaian seperti logika banyak penggede partai dan figur politik yang mengemis kesana kemari untuk diusung berbagai kekuatan politik demi kepentingan bercokol dan kepentingan kelompok.
Para aktivis dan analis melihat, bagaimanapun Jokowi adalah ”arus baru” dalam sistem demokrasi kita, Jokowi bukan hidup dari pidato dan retorika, bukan hidup dari spanduk dan baliho-baliho, bukan dari iklan-iklan TV, atau dari jual beli internal parpol yang bau sangit transaksi. Yang pasti, Jokowi sudah melampaui zamannya, bahwa dia hidup dalam perkataannya rakyat, dia berkpirah sebagai ‘Marhaen’ sejati.
Dengan kasak-kusuk berbagai partai untuk berebut Jokowi, dan adanya gelombang pasang bagi Jokowi, mungkin sudah bisa dibayangkan siapa pememang dalam pilpres mendatang.(bjt)