Bintang Pos, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya memeriksa nama-nama yang disebutkan oleh para saksi saat diperiksa. Pasalnya, pemeriksaan orang-orang yang disebut namanya merupakan bentuk validasi dan telaah untuk membuktikan keterangan para saksi.
Hal itu diungkapkan Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Mudzakkir, saat dimintai keterangan terkait kasus dugaan suap kuota impor sapi. “Kalau ada pihak lain yang disebut dalam pemeriksaan penyidikan, itu harus dipanggil KPK untuk diklarifikasi keteranganya,” kata Mudzakkir kepada Media Indonesia (2/7).
Sebelumnya, Kuasa Hukum terdakwa kasus suap impor daging di Kementerian Pertanian, Luthfi Hasan Ishaaq, Zainuddin Paru mengatakan KPK melakukan politisasi dalam menyusun dakwaan mantan Presiden PKS itu. Hal itu disebabkan karena, KPK tidak mencantumkan nama Politisi Partai Golkar Setya Novanto, Happy Bone Zulkarnaen, dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang disebutkan oleh Yudi Setiawan dalam Berita Acara Pemeriksaannya.
Menurut Mudzakkir, Pemanggilan nama-nama yang disebut merupakan bentuk pengembangan yang tidak harus fokus dan berhubungan kepada sesuatu yang disangkakan. Tujuannya agar penegakan hukum yang dilakukan KPK tidak mengandung unsur diskriminasi dan menimbulkan pandangan-pandangan adanya unsur politisasi. Apalagi jika, nama-nama tersebut dianggap angin lalu oleh KPK.
Namun karena sudah telanjur masuk persidangan dan nama tersebut tidak disebut dalam dakwaan, KPK harus memasukan nama-nama itu dalam berkas pemeriksaan (BAP) lalu diberikan ke majelis hakim untuk dikembangkan dalam proses persidangan.
“Supaya info itu tidak hilang maka dimasukan dalam berkas penyidikan. Kemudian diungkapkan jaksa di pengadilan untuk uji kebenaranya. Jika benar tinggal menambah keterangan saksi lain, itu adalah teknik bola salju (snow ball),” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai bahwa ada yang misleading dari eksepsi para lawyer dan terdakwa yang mengatakan bahwa KPK melakukan politisasi dalam menyusun dakwaan.
“Rumusan dakwaan yang dirumuskan KPK berupa konstruksi hukum bukan rekayasa politik, jadi jawablah dengan alasan dan argumen hukum yang kuat bukan dengan politisasi,” kata Bambang kepada Media Indonesia.
Menurut Bambang, model eksepsi seperti itu akan merugikan para terdakwa karena hanya sensasional belaka dan tidak mempersoalkan secara utuh dakwaan. Jaksa KPK punya kepentingan membuktikan dakwaan sehingga yang dirumuskan adalah kerangka hukum dan pihak yang dapat mendukung dakwaan.
“Coba lihat kasus cek pelawat, dimulai dari Agus Condro lalu menyeret begitu banyak anggota DPR dan akhirnya berujung di Nunun dan Miranda Goeltom. Cek juga kasus pemadam kebakaran, pada akhirnya berujung di Hari Sabarno,” ujar Bambang. (met)