Bintang Pos, Surabaya – Sistem pencernaan (lambung, usus, dsb) melakukan beberapa fungsi penting, seperti: digestif, ekskretori, endokrin, eksokrin, dsb. Beragam fungsi inilah yang merupakan target dimana obat bisa “bekerja” secara tepat dan maksimal.
Beberapa golongan obat yang sering digunakan untuk gangguan sistem pencernaan (gastrointestinal disorders), antara lain:
1. Golongan obat untuk penyakit tukak lambung (acid-peptic disease), seperti: antacids, H2 blockers atau H2-receptor antagonists (misalnya: cimetidine, ranitidine, famotidine, nizatidine), proton pump inhibitors (misalnya: omeprazole, esomeprazole, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole), agen proteksi mukosa (berupa: sucralfate, misoprostol, persenyawaan bismuth), dan antibiotik (terutama untuk penderita infeksi kronis yang disebabkan oleh H pylori), 2. Golongan “motility promoters”, misalnya: metoclopramide, cholinomimetics, 3. Golongan obat untuk mengatasi irritable bowel syndrome, misalnya: antikolinergik, antagonis serotonin, 4. Golongan obat untuk menaklukkan radang usus (inflammatory bowel disease, IBD), contohnya: obat-obat 5-ASA (5-aminosalicylic acid, misalnya: mesalamine, balsalazide, olsalazine, sulfasalazine), kortikosteorid, imunosupresan (misalnya: azathioprine, 6-mercaptopurine, methotrexate), dan obat-obat anti-TNF (anti-tumor necrosis factor, misalnya: infliximab), 5. Antiemetik (antimual-antimuntah), berupa: 5-HT3 blockers (misalnya: ondansetron, granisetron, dolasetron, palonosetron), D2 blockers (misalnya: prochlorperazine), H1 blockers (misalnya: diphenhidramine), antimuscarinics (misalnya: scopolamine), kortikosteroid (misalnya: dexamethasone), cannabinoids (misalnya: dronabinol), antagonis reseptor neurokinin (misalnya: aprepitant), 6. Agen lainnya, seperti: lipase pankreatik, laxative (pencahar), ursodiol antidiare.
Jadi obat yang paling mujarab untuk mengatasi maag itu amatlah bergantung kepada diagnosis dan penyebab yang mendasarinya. Sebagai contoh, obat golongan proton pump inhibitors (misalnya: omeprazole) efektif mengatasi tukak lambung (peptic ulcer), GERD (gastroesophageal reflux disease) dan gastritis erosif. Dalam hal ini, dokter yang paling ahli di dalam menentukan dan merekomendasikannya.
Berbicara tentang epidemiologi, terutama angka kematian (mortalitas, morbiditas), mayoritas penderita maag tidak berpotensi menuju kematian. Mari-Ann Wallander, dkk (2007) menyebutkan bahwa penderita dispepsia memiliki risiko 60 kali lebih besar menderita GERD dibandingkan kontrol. Lain lagi penelitian yang dilakukan oleh Ruigomez A, dkk (2006). Tim mereka ini menemukan fakta unik, yaitu: penderita dispepsia seringkali juga terdiagnosis dengan angina, nyeri dada, dan beragam kondisi extraesophageal, dimana semua gangguan ini dapat meningkatkan risiko kematian (mortalitas). Tentunya diperlukan studi/riset lanjutan untuk memastikan penyebab serta faktor-faktor risiko apa saja pada penderita gangguan sistem pencernaan yang berpotensi tinggi mengakibatkan kematian. (dtk)